Allah Subhanahu wata’ala berfirman mengabarkan tentang wasiat Luqman kepada putranya, yaitu Luqman bin ‘Unaqa’ bin Sadun. Sedangkan nama putranya adalah Tsaran, menurut satu pendapat yang diceritakan oleh as-Suhaily. Allah Subhanahu wata’ala telah menyebutkannya dengan sebaik-baik sebutan dan diberikannya dia hikmah. Dia memberikan wasiat kepada putranya yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya, dan ini hakikat dianugerahkannya ia dengan sesuatu yang paling utama. (Lubaabut Tafsiir min Ibni Katsir, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq alu-Syaikh)
INILAH WASIAT-WASIAT BERMANFAAT LUQMAN AL-HAKIM YANG ALLAH CERITAKAN:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ. وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ. وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ. يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ. يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ. وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ. وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman: 13-19)
PENJELASAN
1. Jangan berbuat syirik
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah (berbuat syirik) sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang sangat besar.”
Hati-hati terhadap kesyirikan dalam beribadah kepada Allah Azza wajalla seperti berdoa kepada orang yang sudah mati atau makhluk yang ghaib. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dalam sabda beliau dari shahabat Abu Abdullah An-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu:
الدُّعاَءُ هُوَ الْعِباَدَةُ
“Doa adalah ibadah.” (HR. Abu Dawud no. 1479 dan At-Tirmidzi no. 2973 dari An-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu)
Tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الَّذِيْنَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (Al-An’am: 82)
Yang dimaksud dengan kezhaliman di sini adalah syirik besar. Karena Ibnu Mas`ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ اْلآيَةُ، قَالُوا: فَأَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلِّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ بِذَلِكُمْ، أَلَمْ تَسْمَعُوا إِلَى قَوْلِ لُقْمَانَ: {إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ}
“Tatkala ayat ini turun, para shahabat bertanya: ‘Siapa di antara kami yang tidak menzhalimi dirinya?’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘(Ayat ini) bukan seperti yang kalian pahami. Tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman: ‘Sesungguhnya syirik adalah kezhaliman yang besar.’?” (HR. Al-Bukhari)
2. Berbakti kepada kedua orangtua (birrul walidain)
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Kemudian Luqman menggandengkan perintah untuk beribadah hanya kepada-Nya dengan berbuat baik kepada kedua orangtua karena besarnya hak keduanya. Seorang ibu mengandung anaknya dengan susah payah sedangkan seorang ayah menanggung nafkahnya, maka seharusnya seorang anak bersyukur kepada Allah Azza wajalla dan kepada kedua orangtuanya.
3. Berbuat baik kepada kedua orangtua
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya jika keduanya memaksamu agar engkau mengikuti agama keduanya (selain Islam), maka janganlah engkau terima. Namun janganlah hal itu menghalangimu dari bergaul dan berbakti kepada keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang-orang yang beriman.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/446)
Hal ini dikuatkan dengan sabda nabi Shallallahu’alaihi wasallam,
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ إِنَّمَا الطَّاعَةَ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu (hanya boleh) dalam hal kebaikan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu)
4. Tidak ada yang tersembunyi dari Allah Subhanahu wata’ala
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
“(Lukman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
Ibnu Katsir berkata, “Jika ada kezhaliman atau kesalahan sebesar biji sawi, niscaya Allah Azza wajalla akan mendatangkannya pada hari kiamat ketika diletakkan timbangan keadilan. Allah Ta’ala akan membalasnya. Jika amalannya baik maka baiklah ganjarannya, dan jika jelek maka jeleklah pula balasannya.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/446)
5. Tegakkan shalat
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ
“Hai anakku, dirikanlah shalat.”
Kerjakanlah secara khusyu’ dengan rukun-runkunnya dan kewajiban-kewajibannya.
Kerjakanlah secara khusyu’ dengan rukun-runkunnya dan kewajiban-kewajibannya.
6. Amar ma’ruf nahi munkar
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَر
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar.”
Dengan kelembutan dan ramah tanpa kekerasan.
Dengan kelembutan dan ramah tanpa kekerasan.
7. Sabar atas musibah yang menimpa
وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ
“Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.”
Telah diketahui bahwa orang-orang yang beramar ma’ruf nahi munkar maka dia akan mendapatkan gangguan. Oleh karena itu, Luqman memerintahkan putranya untuk bersabar. Ini pula pengajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan oleh Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma:
الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخاَلِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الَّذِي لاَ يُخاَلِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik daripada orang yang tidak mau bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguan mereka.” (Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 300: Shahih)
إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
“Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Maksudnya, bersabar terhadap gangguan manusia benar-benar merupakan perkara yang diwajibkan.
Maksudnya, bersabar terhadap gangguan manusia benar-benar merupakan perkara yang diwajibkan.
8. Jangan kau palingkan mukamu dari manusia
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong).”
Ibnu Katsir mengatakan, “Jangan engkau memalingkan wajahmu dari manusia apabila engkau berbicara dengan mereka, atau (ketika) mereka mengajak bicara denganmu, karena meremehkan dan sombong terhadap mereka. Akan tetapi ramahlah terhadap mereka yakni dengan wajah ceria.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/446)
Nabi Shallallahu’alaihi wasalam bersabda,
تَبَسَّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu adalah shadaqah.” (Shahih, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya)
9. Jangan angkuh lagi sombong
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.”
Yakni angkuh, sombong, sewenang-wenang, dan menentang. Jangan engkau berbuat demikian, karena Allah Azza wajalla akan murka kepadamu. Oleh karena itu Allah Azza wajalla berfirman,
Yakni angkuh, sombong, sewenang-wenang, dan menentang. Jangan engkau berbuat demikian, karena Allah Azza wajalla akan murka kepadamu. Oleh karena itu Allah Azza wajalla berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
10. Berlakulah sederhana
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan.”
Yakni sedang, tidak terlampau cepat tidak pula terlalu lambat.
Yakni sedang, tidak terlampau cepat tidak pula terlalu lambat.
11. lunakkan suaramu
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ
“Dan lunakkanlah suaramu.”
Yakni janganlah berlebihan dalam berbicara, jangan mengeraskan suara kalau tidak ada faidahnya. Oleh karena itu Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
Yakni janganlah berlebihan dalam berbicara, jangan mengeraskan suara kalau tidak ada faidahnya. Oleh karena itu Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Mujahid berkata, “Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Yakni sangat keras suaranya. Ia diserupakan dengan keledai dalam tinggi dan kerasnya. Inilah yang dibenci Allah Azza wajalla. Disamakannya dengan keledai menunjukkan haram dan tercelanya perbuatan itu, karena Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
Yakni sangat keras suaranya. Ia diserupakan dengan keledai dalam tinggi dan kerasnya. Inilah yang dibenci Allah Azza wajalla. Disamakannya dengan keledai menunjukkan haram dan tercelanya perbuatan itu, karena Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السُّوءِ، الْعَاىِٔدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيىِٔهِ
“Bukan termasuk kami permisalan yang jelek, seorang yang mengambil kembali pemberiannya seperti anjing yang menjilat muntahannya.” (Riwayat Bukhari)
Dan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
ذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيْكَةِ فَاسْأَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ، فَإِنَّهَا رَأَتْ مَلَكًا، وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيْقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانًا
“Apabila kamu sekalian mendengar ayam jantan berkokok, mohonlah rahmat Allah Ta’ala karena ia sedang melihat Malaikat. Dan apabila engkau mendengar keledai meringkik, mintalah perlindungan kepada Allah Ta’ala dari gangguan syaitan karena sesungguhnya ia melihat syaitan.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL DARI AYAT-AYAT DI ATAS
1. Disyariatkan bagi orangtua untuk memberikan wasiat kepada anak-anaknya dengan apa-apa yang bermanfaat baginya di dunia dan di akhirat.
2. Dalam memberikan pelajaran dituntunkan mendahulukan perkara tauhid dan memperingatkan dari bahaya syirik, karena syirik merupakan kezhaliman yang akan menghapuskan amalan.
3. Wajibnya bersyukur kepada Allah Subhanahu wata’ala kemudian kepada kedua orangtua. Juga wajibnya berbakti serta menyambung silaturahim dengan keduanya.
4. Wajibnya taat kepada orangtua dalam hal yang baik, bukan maksiat kepada Allah Azza wajalla, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ إِنَّمَا الطَّاعَةَ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu (hanya boleh) dalam hal kebaikan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu)
5. Wajibnya mengikuti jalan orang-orang yang beriman dan bertauhid serta haramnya mengikuti ahlul bid’ah yang merekayasa syariat baru dalam agama.
6. Merasa diawasi oleh Allah Ta’ala dalam keadaan sendiri ataupun di tengah orang banyak, dan tidak boleh menganggap remeh kebaikan dan kejelekan meskipun sedikit atau kecil.
7. Wajibnya mendirikan shalat dengan rukun-rukunnya dan kewajiban-kewajibannya serta tuma’ninah padanya.
8. Wajibnya amar makruf nahi munkar yang bersumber ilmu disertai kelembutan sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
“Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu dengan lisannya maka dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim, no. 78, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
9. Orang yang beramar makruf nahi munkar hendaknya bersabar tatkala ada gangguan yang ia dapatkan, karena hal itu merupakan sesuatu yang diwajibkan.
10. Haramnya takabur dan angkuh dalam berjalan.
11. Dituntunkan pertengahan dalam berjalan, tidak terlalu cepat dan tidak terlampau lambat.
12. Tidak boleh mengeraskan suara melebihi kebutuhan, karena hal itu termasuk kebiasaan keledai.
13. Bersikap pertangahan pada setiap perkara.
(Dinukil dari Kitab Kaifa Nurabbi Auladana, Edisi Indonesia Mencetak Anak Shalih, Penulis Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Penerjemah Zuhair Syarif, Penerbit Pustaka Al Haura’, Hal. 18-27)
baca artikel lainnya :
https://bintusuratman.blogspot.co.id/2016/10/biografi-syekh-habib-saggaf-bin-mahdi.html
referensi :
https://sunniy.wordpress.com/2013/05/27/wasiat-luqman-al-hakim-kepada-anaknya-yang-diabadikan-dalam-al-quran/
baca artikel lainnya :
https://bintusuratman.blogspot.co.id/2016/10/biografi-syekh-habib-saggaf-bin-mahdi.html
referensi :
https://sunniy.wordpress.com/2013/05/27/wasiat-luqman-al-hakim-kepada-anaknya-yang-diabadikan-dalam-al-quran/
No comments:
Post a Comment