Halaman Utama

Tuesday, March 21, 2017

Adab

Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama Agama Islam.[1] Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antarmanusia, antartetangga, dan antarkaum.[1] Sebutan orang beradab sesungguhnya berarti bahwa orang itu mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam agama Islam.[1] Namun, dalam perkembangannya, kata beradab dan tidak beradab dikaitkan dari segi kesopanan secara umum dan tidak khusus digabungkan dalam agama Islam.[1] (Ensiklopedi Nasional Indonesia. 2004. Bekasi: Delta Pamungkas. ISBN 979-9327-00-8. Hal.63.)

Adab adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak (http://kbbi.web.id/adab)

baca artikel lainnya
https://bintusuratman.blogspot.co.id/2016/10/biografi-syekh-habib-saggaf-bin-mahdi.html
https://bintusuratman.blogspot.co.id/2017/02/wasiat-luqmanul-hakim-dalam-al-quran.html

Wednesday, March 15, 2017

Guru dan Murid


Sebagai Pendidikan jangan pernah bilang lelah mengajar
Karena penyampai ilmu adalah pendidik

Sebagai Murid jangan pernah bilang bosan belajar
Karena murid adalah generasi dari pendidiknya

Jadi pendidik harus ikhlas mengajar
Sedangkan murid harus ikhlas belajar

Sunday, March 12, 2017

Psikologi Remaja Dalam Islam

Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, bukan masa transisi yang selama ini digaungkan. Karena mereka dicap tengah mengalami kegamangan, akibatnya, sebagian remaja yang sewaktu kanak-kanak telah dididik dengan baik oleh orangtuanya merasa perlu mencari identitas baru, identitas yang berbeda dari yang mereka miliki sebelumnya. Apa akibatnya ? Ada remaja kita yang terjebak dalam arus coba-coba meniru dalam beberapa hal. Beberapa remaja putri mencoba berbagai dandanan, make up dan aksesoris yang menyeret mereka pada perilaku konsumtif dan kecenderungan tabarruj, sementara yang putra mulai membolos sekolah dan merokok. Beberapa mencandu narkoba dan bergaul terlalu bebas. Serta beberapa dari mereka hanya memanfaatkan kecanggihan teknologi hanya sebatas menghabiskan waktu karena rasa ingin tahunya belum terpuaskan.

Dalam Islam, masa remaja berarti mulainya masa akil baligh. Keadaan fisik, kognitif (pemikiran) dan psikososial (emosi dan kepribadian) remaja berbeda dengan keadaan pada tahap perkembangan lain. Karena sudah baligh, mereka menanggung kewajiban beribadah wajib. Kewajiban menunaikan ibadah wajib ini ditunjang oleh perubahan raga yang makin menguat dan membesar, sekresi hormon baru, dan perubahan taraf berfikir mereka. Namun kematangan organ internal tubuh mereka tidak serta merta membuat mereka lebih matang perasaan dan pemikirannya.

Secara fisik, remaja mampu melaksanakan puasa dan shalat, maupun perjalanan haji, walaupun umumnya mereka belum memiliki kemandirian untuk membayar sendiri zakatnya. Secara kognitif, remaja mampu memaknai makna yang mendalam dari dua kalimat syahadat. Remaja makin mampu menangkap dan memahami konsep-konsep abstrak yang sebelumnya hanya mereka pahami sebagai pengetahuan satu arah. Mereka mampu memaknai ayat dan hadits-hadits yang mereka pelajari sewaktu kecil, dan mampu menangkap fenomena alam sebagai bukti dari keberadaan 4JJ1.

Proses ini bila tidak ditunjang dengan tuntunan dan bimbingan yang tepat, dapat membuat pencarian mereka atas nilai dan tujuan hidup mereka tidak terpenuhi, atau didapat dari sumber lain yang telah terkorosi oleh hawa nafsu manusia dan disesatkan oleh syaithan. Na’udzubillahi min dzalik.

Bagaimana pementor dapat membantu remaja yang dibinanya ?
Pertama, mereka harus diingatkan pada fitrah keislamannya. Tingkatkan keimanan mereka, Buat mereka nyaman berIslam, bersentuhan langsung dengan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam Islam dan buat mereka patuh akan kewajiban sebagai seorang muslim dengan cara-cara yang baik.

Kedua, bantu remaja untuk mengerti perubahan-perubahan yang dialaminya. Hormon-hormon baru yang mereka miliki menghasilkan dorongan-dorongan fisik yang harus mereka kelola. Mentor dapat membantu mereka untuk menumbuhkan kendali diri (self control) yang Islami. Ajarkan bahwa wudhu dapat menurunkan kemarahan dan meredam emosi, shalat bisa mencegah mereka dari perbuatan keji, dan puasa dapat mematangkan emosi dan menumbuhkan kemandirian mereka. Tumbuhkan Izzah (kebanggaan) mereka sebagai muslim. Dorong mereka untuk menjaga kesehatan, mengapai prestasi, sehingga mereka mampu menjadi qudwah di lingkungannya.

Ketiga, dekatkan mereka pada Al Qur’an. Buat mereka suka berinteraksi dengan Al Qur’an dan terbiasa. Kedekatan remaja dengan Al Qur’an akan menjaga mereka dari pengaruh buruk.
Keempat, tumbuhkan Muraqabah mereka pada 4JJ1. Ingatkan mereka untuk takut pada 4JJ1 dan pengawasannya yang tak pernah henti, tanamkan rasa malu dan ajarkan tentang akhlak tehadap diri sendiri. Mentor dapat lebih membantu dengan memberikan contoh-contoh perilaku yang terpuji yang bisa mereka ikuti

Membahas tentang remaja tidak ada habis -habisnya. Membina remaja tidak ada henti-hentinya. Kita mengharapkan 4JJ1 dapat melapangkan dada-dada mereka untuk mau menerima hidayah yang datang melalui lisan kita, memudahkan usaha kita, mengeratkan hati kita dan mereka, dan semoga, walaupun mungkin lama, 4JJ1 menggabungkan kita dan mereka dalam barisan pengemban risalahNya. Amiin Yaa Rabbal ‘alamin. 

baca juga artikel lainnya :
https://bintusuratman.blogspot.co.id/2016/10/atheis-dan-ulama.html

referensi :
(http://psikologi-remaja-dalam-islam.blogspot.(com)
(http://www.muhammad-sabran.com/2012/10/psikologi-remaja-menurut-islam.html)

Biografi Syekh habib Saggaf bin Mahdi bin Syekh Abu Bakar bin Salim

Beliau lahir di Dompu, Nusa Tenggara Barat dari pasangan terhormat dan mulia, Habib Mahdi bin Idrus bin Syekh Abu Bakar bin Salim dengan Syarifah Balqis binti Hasan bin Solah bin Salim Al Idrus hari rabu, 15 Agustus 1945, dua hari menjelang kemerdekaan Republik Indonesia dan sebagai anak sulung dari sebelas bersaudara.

Beliau mulai memasuki Jenjang pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah menengah Pertama di tanah kelahirannya. Di dalam masa sekolahnya Beliau dikenal sebagai anak cerdas serta selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya. Hal ini pun terlihat dari banyaknya teman beliau yang sengaja datang ke rumahnya untuk minta diajarkan.

Suatu ketika tengah tertidur di pangkuan ibunya, beliau bermimpi langit bolong (terbelah) dan muncul suara memanggil – manggil namanya. Ketika ia terbangun, diceritakan kejadian dalam mimpi itu kepada Ibuanya. Serentak sang Ibu menjawab  “kau akan pergi jauh”. Sore itu juga beliau dikabarkan akan berangkat ke Malang diantar Habib Abu Bakar Al Mukhdor, seorang pedagang kuda yang juga teman dekat Habib Mahdi yang bermukim di Situbondo.

Gaya hidupnya yang serba berkecukupan berubah total ketika mulai menapakkan kakinya untuk menuntut ilmu Allah pada  Guru besar Pondok Pesantren Darul Hadist, Al Habib Abdul Qadir Bil Fagih di Malang selama 13 tahun. Pada masa pembelajarannya Beliau sagatlah rajin dan perihatin, setiap hari beliau  menyapu dan membersihkan lingkungan pondok. Waktunya tak pernah beliau lalui kecuali hanya untuk ilmu. Karena kesungguhannya dalam belajar, hanya dalam waktu dua tahun delapan bulan Beliau sudah diangkat mengajar fikih, nahwu, hadits, bahasa Arab dan cabang ilmu lainnya serta menjadi pengajar paling disukai karena kelebihannya dalam public speakinghingga banyak santri yang tidak ingin melewatkan mata pelajaran yang beliau ajarkan.

Setelah lulus di Pesantren Darul Hadits beliau pergi ke timur tengah, berguru pada Syekh Muhammad Balqaid di Aljazair selama 9 bulan. Dan di Bahrain selama 6 bulan. Selanjutnya beliau berguru kepada Syekh Nadimul ‘Ash di Baghdad, Irak selama 9 bulan dan I’tikaf di masjidil haram, Mekkah  kepada Syekh Ahmad Assaggaf  selama 5 tahun.

Atas dasar petunjuk dari Rasulallah Saw, beliau diminta kembali ke Indonesia karena di sanalah ada barakat. Beliau kemudian mendirikan Pondok Pesantren Ar-Rahman di dompu. Setelah itu, beliau mendirikan juga Pondok Pesantren internasional Nurul Ulum di Kali Mas Madya, Surabaya. Pondok Pesantren Nurul Ulum banyak menerima murid dari Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Afrika. Sejak saat itu, undangan ceramah banyak datang dari negara tetangga. Ratusan ribu jama’ah selalu memadati majelis beliau baik di Singapura maupun negara lainnya.

Kesempurnaan ilmunya di semua bidang, menuntut Beliau untuk mengeluarkan fatwa tentang permasalahan agama yang terkini, dan salah satu fatwanya adalah berkenaan ginjal dan Beliau menjadi orang pertama yang menfatwakan bahwa organ tubuh manusia boleh di transfer ke orang lain, sedang banyak ulama termasuk mufti singapura yang tidak sepakat dengan pandangannya pada saat itu, sehingga masalah merambat kepada lembaga pendidikannya yang lantas ditutup serta membatasinya pemerintah singapura kepada dakwah beliau.

Akhirnya tahun 1980 an Beliau memutuskan untuk membuka Majlis Ta’lim di Bintaro, Jakarta tepatnya di masjid agung bintaro. Jamaahnya mencapai ribuan orang bahkan sampai memenuhi hingga keluar masjid. Namun tahun 1998 Negara  Indonesia mengalami krisis ekonomi, berbagai konplik pun mulai muncul di Jakarta sehingga hal ini berdampak juga dengan keadaan keamanan di bintaro. Akhirnya 14 Mei 1998 Beliau Habib Saggaf bin Mahdi bin Syekh Abu Bakar bin Salim beserta Istri tercinta Umi Waheeda memutuskan untuk tinggal di Parung Bogor, dan mulai merintis untuk mendirikan Pondok Pesantren Al ashriyyah Nurul Iman.

Beliau wafat pada hari Jumat, 12 November 2010 bertepatan 05 Dzul Hijjah 1430 H. Meninggalkan sejuta jejak indah untuk diteladani oleh para santri dan kini estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman berada di tangan sang istri tercinta, Umi Waheeda binti Abdul Rahman, S.Psi, M.Si, bersama tujuh anaknya.

baca artikel lainnya :

referensi:
(www.nuruliman.or.id)

Biografi Syaikh Muhammad Al-Bantani Al-Jawi

Bagi kalangan santri dan alim ulama, nama beliau sudah tidak asing lagi. Beliau dikenal sebagai tokoh Mazhab Syafi'i yang menjadi pengajar di Masjidil Haram di kota Mekkah.Kitab-kitab yang beliau karang menjadi bahan ajar di berbagai pesantren dan perguruan Islam, baik di Indonesia, Asia Tenggara maupun di dunia Islam pada umumnya. Sebut saja misalnya kitab Nihayatuz Zain dan Maraqil Ubudiyyah yang sangat populer itu.

Namun patut disayangkan, saat ini banyak generasi muslim di negeri ini yang sudah melupakan salah satu ulama tokoh kebanggaan ini, padahal beliau merupakan salah satu tokoh berbangsa melayu yang keilmuannya diakui di negeri Hijaz.




Biografi Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani
Nama lengkapnya adalah Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Arbi bin Ali Al-Tanara Al-Jawi Al-Bantani. Ia lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani.

Beliau lahir di kampung Tanara, (sekarang masuk dalam kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang) Banten pada tahun 1813 M atau 1230 H.

Ayah beliau bernama Kyai Umar, seorang pejabat penghulu yang memimpin masjid. Dari silsilahnya, Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke 12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari Putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyara-ras (Tajul ‘Arsy). Nasabnya bersambung dengan Muhammad melalui Imam Ja’far Assidiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali ZainAl-Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah Al-Zahra

Pada usia lima tahun Syekh Nawawi belajar langsung dibawah asuhan ayahandanya. Di usia yang masih kanak-kanak ini, beliau pernah bermimpi bermain dengan anak-anak sebayanya di sungai, karena merasakan haus ia meminum air sungai tersebut sampai habis. Namun, rasa dahaganya tak kunjung surut. Maka Nawawi bersama teman-temannya beramai-ramai pergi ke laut dan air lautpun diminumnya seorang diri hingga mengering.

Syahdan, ketika usianya memasuki delapan tahun, anak pertama dari tujuh bersaudara itu memulai peng-gembarannya mencari ilmu. Tempat pertama yang dituju adalah Jawa Timur. Namun sebelum berangkat, Nawawi kecil harus menyanggupi syarat yang diajukan oleh ibunya,

Aku do’akan dan kurestui kepergianmu mengaji dengan syarat jangan pulang sebelum kelapa yang sengaja kutanam ini berbuah.” Demikian restu dan syarat sang ibu.

Dan Nawawi kecilpun menyanggupinya. Maka berangkatlah Nawawi kecil menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu menuntut ilmu. Setelah tiga tahun di Jawa Timur, beliau pindah ke salah satu pondok di daerah Cikampek (Jawa Barat) khusus belajar lughat (bahasa) beserta dengan dua orang sahabatnya dari Jawa Timur.

Namun, sebelum diterima di pondok baru tersebut, mereka harus mengikuti tes terlebih dahulu. Ternyata mereka bertiga dinyatakan lulus. Tetapi menurut kyai barunya ini, pemuda yang bernama Nawawi tidak perlu mengu-langi mondok.

Nawawi kamu harus segera pulang karena ibumu sudah menunggu dan pohon kelapa yang beliau tanam sudah berbuah.” Terang sang kyai tanpa memberitahu dari mana beliau tahu masalah itu.

Tidak lama setelah kepulangannya, Nawawi muda dipercaya yang mengasuh pondok yang telah dirintis ayahnya. Di usianya yang masih relatif muda, beliau sudah tampak kealimannya sehingga namanya mulai terkenal di mana-mana. Mengingat semakin banyaknya santri baru yang berdatangan dan asrama yang tersedia tidak lagi mampu menampung, maka kyai Nawawi berinisiatif pindah ke daerah Tanah Pesisir.

Pada usia 15 tahun, ia mendapat kesempatan un-tuk pergi ke Makkah menunaikan ibadah haji. Disana ia memanfaatkan waktunya untuk mempelajari bebe-rapa cabang ilmu, diantaranya adalah: ilmu kalam, bahasa dan sastra Arab, ilmu hadits, tafsir dan ilmu fiqh. Setelah tiga tahun belajar di Makkah ia kembali ke daerahnya tahun 1833 M dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif cukup lengkap untuk mem-bantu ayahnya mengajar para santri.

Namun hanya beberapa tahun kemudian ia memutuskan berangkat lagi ke Makkah sesuai dengan impiannya untuk mukim dan menetap di sana. Di Makkah ia melanjutkan belajar ke guru-gurunya yang terkenal. Pertama kali ia mengikuti bimbingan dari Syekh Khatib Sambas (Penyatu Thariqat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Indonesia) dan Syekh Abdul Gani Bima, ulama asal Indonesia yang bermukim di sana. Setelah itu belajar pada Sayyid Ahmad Dimyati, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang keduanya di Makkah.

Sedang di Madinah, ia belajar pada Syekh Muhammad Khatib Al-Hambali. Kemudian pada tahun 1860 M. Nawawi mulai mengajar di lingkungan Masjid Al-Haram. Prestasi mengajarnya cukup me-muaskan, karena dengan kedalaman pengetahuan agamanya, ia tercatat sebagai syekh disana. Pada tahun 1870 M, kesibukannya bertambah, karena ia harus banyak menulis kitab. Inisiatif menulis banyak datang dari desakan sebagian koleganya dan para sahabatnya dari Jawa. Kitab-kitab yang ditulisnya sebagian besar adalah kitab-kitab komentar (syarh) dari karya-karya ulama sebelumnya yang populer dan dianggap sulit dipahami. Alasan menulis syarh selain karena permintaan orang lain, Nawawi juga berkeinginan untuk melestarikan karya pendahulunya yang sering meng-alami perubahan (ta’rif) dan pengurangan.

Dalam menyusun karyanya Syekh Nawawi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya, sebelum naik cetak naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Karya-karya beliau cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia karena karya-karya beliau mudah difahami dan padat isinya.

Nama Nawawi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H./19 M. Karena kemasyhurannya beliau mendapat gelar: Sayyid Ulama Al-Hijaz, Al-Imam Al-Muhaqqiq wa Al-Fahhamah Al-Mudaqqiq, A’yan Ulama Al-Qarn Al-Ram Asyar li Al-Hijrah, Imam Ulama’ Al-Haramain.
Syekh Nawawi cukup sukses dalam mengajar murid-muridnya, sehingga anak didiknya banyak yang menjadi ulama kenamaan dan tokoh-tokoh nasional Islam Indonesia, diantaranya adalah: Syekh Kholil Bangkalan, Madura, KH. Hasyim Asy’ari dari Tebu Ireng Jombang (Pendiri Organisasi NU), KH. Asy’ari dari Bawean, KH. Tubagus Muhammad Asnawi dari Caringin Labuan, Pandeglang Banten, KH. Tubagus Bakri dari Sempur-Purwakarta, KH. Abdul Karim dari Banten.

Syekh Nawawi Banten Sebagai Mahaguru Sejati
Nama Syekh Nawawi Banten sudah tidak asing lagi bagi umat Islam Indonesia. Bahkan kebanyakan orang menjulukinya sebagai Imam Nawawi kedua. Imam Nawawi pertama adalah yang membuat Syarah Shahih Muslim, Majmu’ Syarhul Muhadzab, Riyadhus Sholihin dan lain-lain. Melalui karya-karyanya yang tersebar di Pesantren-pesantren tradisional yang sampai sekarang masih banyak dikaji, nama kyai asal Banten ini seakan masih hidup dan terus menyertai umat memberikan wejangan ajaran Islam yang menyejuk-kan. Di setiap majelis ta’lim karyanya selalu dijadikan rujukan utama dalam berbagai ilmu, dari ilmu tauhid, fiqh, tasawuf sampai tafsir. Karya-karyanya sangat terkenal.

Di kalangan komunitas pesantren Syekh Nawawi tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab, tapi juga mahaguru sejati (the great scholar). Nawawi telah banyak berjasa meletakkan landasan teologis dan batasan-batasan etis tradisi keilmuan di lembaga pendidikan pesantren. Ia turut banyak membentuk keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri pesantren yang sekaligus juga banyak menjadi tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Apabila KH. Hasyim Asy’ari sering disebut sebagai tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya NU, maka Syekh Nawawi adalah guru utamanya. Di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya ini, seringkali KH. Hasyim Asy’ari bernostalgia bercerita tentang kehidupan Syekh Nawawi, kadang mengenangnya sampai meneteskan air mata karena besarnya kecintaan beliau terhadap Syekh Nawawi.

Karya dan Kitab karangan Syekh Nawawi Al-Bantani
Di samping digunakan untuk mengajar kepada para muridnya, seluruh kehidupan beliau banyak dicurahkan untuk mengarang beberapa kitab besar sehingga tak terhitung jumlahnya. Konon saat ini masih terdapat ratusan judul naskah asli tulisan tangan Syekh Nawawi yang belum sempat diterbitkan.

Kitab-kitab karangan beliau banyak yang di-terbitkan di Mesir, seringkali beliau hanya mengirim-kan manuskripnya dan setelah itu tidak memperdulikan lagi bagaimana penerbit menyebarkan hasil karyanya, termasuk hak cipta dan royaltinya, selanjutnya kitab-kitab beliau itu menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agama di seluruh pesantren di Indonesia, bahkan Malaysia, Filipina, Thailand dan juga negara-negara di Timur Tengah.

Menurut Ray Salam T. Mangondana, peneliti di Institut Studi Islam, Universitas of Philippines, ada sekitar 40 sekolah agama tradisional di Filipina yang menggunakan karya Nawawi sebagai kurikulum belajarnya. Selain itu, Sulaiman Yasin, dosen di Fakultas Studi Islam Universitas Kebangsaan di Malaysia juga menggunakan karya beliau untuk mengajar di kuliahnya. Pada tahun 1870 para ulama universitas Al-Azhar Mesir pernah mengundang beliau untuk memberikan kuliah singkat di suatu forum diskusi ilmiah. Mereka tertarik untuk mengundang beliau, karena sudah dikenal di seantero dunia.

Karya-karya Syekh Nawawi al-Bantani secara lebih lengkap antara lain adalah sebagai berikut:

1.) al-Tsamâr al-Yâni’ah syarah al-Riyâdl al-Badî’ah
2.) al-‘Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn
3.)Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
4.)Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
5.)al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
6.)Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
7.)Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
8.)Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
9.)Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
10.)Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
11.)al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
12.)Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
13.)Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah
14.)Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
15.)Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
16.)Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
17.)Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
18.)Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
19.)Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
20.)Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
21.)Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
22.)Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
23.)Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
24.)al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
25.)‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
26.)Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
27.)Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
28.)al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
29.)Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
30.)Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
31.)al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
32.)al-Riyâdl al-Fauliyyah
33.)Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
34.)Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
35.)al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
36.)Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
37.)al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
38.)Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.

Wafatnya Syaikh Nawawi Al-Bantani
Pada tanggal 25 Syawal 1314 H. atau 1897 M, Syeikh Nawawi menghembuskan nafas terakhir di usia 84 tahun. Umat berduka atas kepergian beliau untuk selama-lamanya.

Beliau kemudian dimakamkan di Ma’la di Kota Mekkah, dekat makam Siti Khadijah, Ummul Mukminin istri Rasulullah SAW.

Beliau sebagai tokoh kebanggaan umat Islam di Jawa khususnya di Banten, umat Islam di desa Tanara, Tirtayasa Banten setiap tahun di hari Jum’at terakhir bulan Syawal selalu diadakan acara haul untuk memperingati jejak peninggalan Syekh Nawawi Banten.

Posisi Strategis Syeikh Nawawi bagi Dunia dan Indonesia

1. Syekh Nawawi Al-Bantani adalah satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dua yang lain ialah muridnya, Ahmad Khatib Minangkabau dan Kiai Mahfudz Termas. Ini menunjukkan bahwa keilmuannya sangat diakui tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di semenanjung Arab. Syekh Nawawi sendiri menjadi pengajar di Masjid al-Haram sampai akhir hayatnya yaitu sampai 1898, lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya itu. Wajar, jika ia dimakamkan berdekatan dengan makam istri Nabi Khadijah di Ma’la.

2. Syekh Nawawi Al-Bantani mendapatkan gelar “Sayyidu Ulama’ al-Hijaz” yang berarti “Sesepuh Ulama Hijaz” atau “Guru dari Ulama Hijaz” atau “Akar dari Ulama Hijaz”. Yang menarik dari gelar di atas adalah beliau tidak hanya mendapatkan gelar “Sayyidu ‘Ulama al-Indonesi” sehingga bermakna, bahwa kealiman beliau diakui di semenanjung Arabia, apalagi di tanah airnya sendiri. Selain itu, beliau juga mendapat gelar “al-imam wa al-fahm al-mudaqqig” yang berarti “Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam”. Snouck Hourgronje memberi beliay gelar “Doktor Teologi”.

3. Pada tahun 1870, Syekh Nawawi diundang para ulama Universitas Al-Azhar dalam sebuah seminar dan diskusi, sebagai apresiasi terhadap penyebaran buku-buku Syekh Nawawi di Mesir. Ini membuktikan bahwa ulama al-Azhar mengakui kepakaran Syekh Nawawi al-Bantani.

4. Paling tidak terdapat 34 karya Syekh Nawawi yang tercatat dalamDictionary of Arabic Printed Books. Namun beberapa kalangan lainnya malah menyebut karya-karyanya mencapai lebih dari 100 judul, meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu kalam, sejarah, syari’ah, tafsir, dan lainnya. Sebagian karyanya tersebut juga diterbitkan di Timur Tengah. Dengan kiprah dan karya-karyanya ini, menempatkan dirinya sebagai alim terpandang di Timur Tengah, lebih-lebih di Indonesia.

5. Kelebihan dari Syekh Nawawi al-Bantani adalah menjelaskan makna terdalam dari bahasa Arab, termasuk sastera Arab yang susah dipahami, melalui syarah-syarahnya. Bahasa yang digunakan Syekh Nawawi memudahkan pembaca untuk memahami isi sebuah kitab. Wajar jika syarah Syekh Nawawi menjadi rujukan, karena dianggap paling otentik dan paling sesuai maksud penulis awal. Bahkan, di Indonesia dan beberapa segara lain, syarah Syekh Nawawi paling banyak dicetak yang berarti paling banyak digunakan dibandingkan dengan buku yang terbit tanpa syarahnya.

6. Syekh Nawawi hidup di zaman di mana pemikiran Islam penuh perdebatan ekstrim antara pemikiran yang berorientasi pada syari’at dan mengabaikan hal yang bersifat sufistik di satu sisi serta sebaliknya pemikiran yang menekankan sufisme lalu mengabaikan syari’at di sisi lain.

Kelebihan dari Syekh Nawawi adalah mengambil jalan tengah di antara keduanya. Menurutnya, syari’at memberikan panduan dasar bagi manusia untuk mencapai kesucian rohani. Karena itu, seseorang dianggap gagal jika setelah melaksanakan panduan syari’at dengan baik, namun rohaninya masih kotor.

Hal sama juga berlaku bagi seorang sufi. Mustahil ia akan mencapai kesucian rohani yang hakiki, bukan kesucian rohani yang semu, jika ia melanggar atau malah menabrak aturan syari’at. Selain itu, di masa itu juga muncul pemikiran yang secara ekstrem mengutamakan aqli dan mengabaikan naqli atau sebaliknya mengutamakan naqli dan mengabaikan aqli.

Namun Syekh Nawawi berhasil mempertemukan di antara keduanya, bahwa dalil naqli dan aqli harus digunakan secara bersamaan. Namun jika ada pertentangan di antara kedunya, maka dalil naqli harus diutamakan.

7. Dalam konteks Indonesia, Syekh Nawawi merupakan tokoh penting yang memperkenalkan dan menancapkan pengaruh Teologi ‘Asy’ariyah. Teologi ini merupakan teologi jalan tengah antara Teologi Qadariyah bahwa manusia mempunyai kebebasan mutlak dengan teologi Jabariyah yang menganggap manusia tidak mempunyai kebebasan untuk berbuat baik atau berbuat jahat.

8. Cara berpikir jalan tengah ini kemudian diadopsi dengan baik oleh Nahdlatul Ulama (NU). Karena itu, banyak kalangan yang berpandangan bahwa NU merupakan institusionalisasi dari cara berpikir yang dianut oleh Syekh Nawawi al-Bantani. Apalagi pendiri NU, KH. Hasyim ‘Asy’ari merupakan salah satu murid dari Syekh Nawawi al-Bantani.

9. Dalam konteks penjajahan, Syekh Nawawi al-Bantani berpendapat bahwa bekerja sama dengan penjajah Belanda adalah haram hukumnya. Karena itu, murid-murid Syekh Nawawi al-Bantani merupakan bagian terpenting dari sejarah perjuangan memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Pemberontakan Petani Banten di abad 18 yang sangat merugikan Belanda, misalnya, merupakan salah satu contoh dari karya murid Syek Nawawi. Karena itu, wajar jika Syekh Nawawi menjadi salah satu objek “mata-mata” Snouck Hourgronje.

10. Berdasarkan penelitian Martin Van Bruinesen (Indonesianis dari Belanda) setelah mengadakan penelitian di 46 pesantren terkemuka di Indonesia ia berkesimpulan bahwa 42 dari 46 pesantren itu menggunakan kitab-kitab yang ditulis Syekh Nawawi al-Bantani. Menurut Martin, sekurang-kurangnya 22 karangan Nawawi yang menjadi rujukan di pesantren-pesantren itu.

Cerita Seputar Karomah-Karomah Syekh Nawawi Al-Bantani
Ada banyak cerita yang beredar di kalangan santri tentang karamah-karamah yang dimiliki oleh Syaikh Muhammad Nawawi Al-bantani, di antaranya:

1. Pada suatu malam Syekh Nawawi sedang dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah. Beliau duduk di atas ‘sekedup’ onta atau tempat duduk yang berada di punggung onta.

Dalam perjalanan di malam hari yang gelap gulita ini, beliau mendapat inspirasi untuk menulis dan jika insipirasinya tidak segera diwujudkan maka akan segera hilang dari ingatan, maka berdo’alah ulama ‘alim allamah ini,

“Ya Allah, jika insipirasi yang Engkau berikan malam ini akan bermanfaat bagi umat dan Engkau ridhai, maka ciptakanlah telunjuk jariku ini menjadi lampu yang dapat menerangi tempatku dalam sekedup ini, sehingga oleh kekuasaan-Mu akan dapat menulis inspirasiku.”

Ajaib! Dengan kekuasaan-Nya, seketika itu pula telunjuk Syekh Nawawi menyala, menerangi ‘sekedup’nya. Mulailah beliau menulis hingga selesai dan telunjuk jarinya itu kembali padam setelah beliau menjelaskan semua penulisan hingga titik akhir. Konon, kitab tersebut adalah kitab Maroqil Ubudiyah, komentar kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Al-Ghazali.

2. Ketika tempat kubur Syekh Nawawi akan dibongkar oleh Pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahatnya akan ditum-puki jenazah lain (sebagaimana lazim di Ma’la) meskipun yang berada di kubur itu seorang raja sekalipun. Saat itulah para petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah Syekh Nawawi (beserta kafannya) masih utuh walaupun sudah bertahun-tahun dikubur.

Karena itu, bila pergi ke Makkah, insya Allah kita akan bisa menemukan makam beliau di pemakaman umum Ma’la. Banyak juga kaum muslimin yang mengunjungi rumah bekas peninggalan beliau di Serang Banten.

Syekh Nawawi Al-Bantani mampu melihat dan memperlihatkan Ka’bah tanpa sesuatu alatpun. Cara ini dilakukan oleh Syekh Nawawi ketika membetulkan arah kiblatnya Masjid Jami’ Pekojan Jakarta Kota.


Makam Syech Nawawi al-Bantani
Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota.

Lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut. Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim.

Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.Terang saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi.

Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil. Pemerintah melarang membongkar makam tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma΄la, Mekah.

baca juga artikel lainnya :
https://bintusuratman.blogspot.co.id/2016/10/biografi-syekh-habib-saggaf-bin-mahdi.html

referensi :

Atheis dan Ulama

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ (٣٥)
35. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?.(QS. Ath-Thur:35)
Berikut ini adalah dari beberapa cerita yang penulis kutip dari buku Dr. Muhammad al-Arifi dengan judul “Rihlatu Hayah : Ta’amulat wa Dalalat” yang diterjemahkan oleh Umar Mujtahid, Lc. dengan judul versi terjemahan “Buruh Menjadi Khalifah” yang disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Kemudian penulis menyampaikan beberapa cerita yang diantaranya seperti dibawah ini kisahnya.
Suatu ketika , seorang atheis masuk menemui seorang ulama, ia bilang, “Tidakkah Anda tahu, saya bisa menciptakan makhluk?”
            “Kamu bisa menciptakan makhluk ?,” tanya ulama itu.
            “Ya,” jawabnya.
            “Silahkan Anda buktikan!,” kata ulama tersebut.
Si atheis ini menghampiri sebuah pangkal pohon besar dan membuat lubang di sana. Setelah itu, ia letakkan sepotong daging didalamnya, lalu ia tutup kembali lubang itu, dan ia bilang kepada ulama tadi, “Sebulan lagi kita akan bertemu.” Setelah tiba waktu yang telah ditentukan, Si atheis ini bertemu dengan ulama di dekat pohon itu. Apa gerangan yang terjadi?
Si ulama bersama atheis yang mengaku bisa menciptakan makhluk itu menghampiri pohon itu, ia melihat kearah pohon itu dan mengamati lubangnya. Si atheis ini mendekat dan membuka penutup lungang tempat ia menaruh potongan daging. Ternyata dalam daging itu terdapat sejumlah cacing, lalu ia berkata,”lihatlah! Saya bisa menciptakan cacing.”
“Oh ya ...., lantas berapa gerangan jumlah cacing-cacing yang kamu ciptakan ini ? tanya si ulama.
“Saya belum menghitungnya,” jawabnya.
“Kamu menciptakan, tapi kamu tidak tahu berapa jumlah benda yang kamu ciptakan ? Berapa yang betina dan berapa pula yang jantan?” ujar si ulama.
“Saya tidak tahu,”sahutnya.
“Cacing-cacing yang turun naik pangkal pohon dan merayap di tanah yang kamu klaim sebagai ciptaanmu ini, hendak kemana mereka pergi saat ini ? Kapan mereka akan mati ? Apa yang akan mereka makan hari ini ?,” tanya si ulama.
“Tidak tahu,” jawabnya.
“Subhanallah! Kamu yang menciptakan cacing-cacing itu, tapi kamu tidak tahu apapun tentang mereka,” kata ulama. Sontak terdiamlah orang kafir itu, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Jelaslah bagi si malang ini, hanya Allah jua yang menciptakan makhluk. Untuk itu, siapapun yang mengaku memiliki kemampuan rububiyah yang hanya dimiliki Allah, jelas tidak bisa dibenarkan akal sehat, bahkan menurut tradisi yang sudah biasa dijalani manusia.

baca artikel lainnya ;
https://bintusuratman.blogspot.co.id/2017/02/wasiat-luqmanul-hakim-dalam-al-quran.html

_______________________
Mujahid, Umar, 2015:Buruh Menjadi Khalifah (terjemahan Rihlatu Hayah : Ta'amulat wa Dalalat, Muhammad Al-Arifi), Solo, Kiswah Media

Wasiat Luqmanul Hakim dalam Al Qur'an


asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Allah Subhanahu wata’ala berfirman mengabarkan tentang wasiat Luqman kepada putranya, yaitu Luqman bin ‘Unaqa’ bin Sadun. Sedangkan nama putranya adalah Tsaran, menurut satu pendapat yang diceritakan oleh as-Suhaily. Allah Subhanahu wata’ala telah menyebutkannya dengan sebaik-baik sebutan dan diberikannya dia hikmah. Dia memberikan wasiat kepada putranya yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya, dan ini hakikat dianugerahkannya ia dengan sesuatu yang paling utama. (Lubaabut Tafsiir min Ibni Katsir, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq alu-Syaikh)
INILAH WASIAT-WASIAT BERMANFAAT LUQMAN AL-HAKIM YANG ALLAH CERITAKAN:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ. وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ. وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ. يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ. يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ. وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ. وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman: 13-19)
PENJELASAN
1. Jangan berbuat syirik
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah (berbuat syirik) sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang sangat besar.”
Hati-hati terhadap kesyirikan dalam beribadah kepada Allah Azza wajalla seperti berdoa kepada orang yang sudah mati atau makhluk yang ghaib. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dalam sabda beliau dari shahabat Abu Abdullah An-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu:
الدُّعاَءُ هُوَ الْعِباَدَةُ
“Doa adalah ibadah.” (HR. Abu Dawud no. 1479 dan At-Tirmidzi no. 2973 dari An-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu)
Tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الَّذِيْنَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (Al-An’am: 82)
Yang dimaksud dengan kezhaliman di sini adalah syirik besar. Karena Ibnu Mas`ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ اْلآيَةُ، قَالُوا: فَأَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلِّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ بِذَلِكُمْ، أَلَمْ تَسْمَعُوا إِلَى قَوْلِ لُقْمَانَ: {إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ}
“Tatkala ayat ini turun, para shahabat bertanya: ‘Siapa di antara kami yang tidak menzhalimi dirinya?’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘(Ayat ini) bukan seperti yang kalian pahami. Tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman: ‘Sesungguhnya syirik adalah kezhaliman yang besar.’?” (HR. Al-Bukhari)
2. Berbakti kepada kedua orangtua (birrul walidain)
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Kemudian Luqman menggandengkan perintah untuk beribadah hanya kepada-Nya dengan berbuat baik kepada kedua orangtua karena besarnya hak keduanya. Seorang ibu mengandung anaknya dengan susah payah sedangkan seorang ayah menanggung nafkahnya, maka seharusnya seorang anak bersyukur kepada Allah Azza wajalla dan kepada kedua orangtuanya.
3. Berbuat baik kepada kedua orangtua
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya jika keduanya memaksamu agar engkau mengikuti agama keduanya (selain Islam), maka janganlah engkau terima. Namun janganlah hal itu menghalangimu dari bergaul dan berbakti kepada keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang-orang yang beriman.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/446)
Hal ini dikuatkan dengan sabda nabi Shallallahu’alaihi wasallam,
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ إِنَّمَا الطَّاعَةَ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu (hanya boleh) dalam hal kebaikan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu)
4. Tidak ada yang tersembunyi dari Allah Subhanahu wata’ala
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
“(Lukman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
Ibnu Katsir berkata, “Jika ada kezhaliman atau kesalahan sebesar biji sawi, niscaya Allah Azza wajalla akan mendatangkannya pada hari kiamat ketika diletakkan timbangan keadilan. Allah Ta’ala akan membalasnya. Jika amalannya baik maka baiklah ganjarannya, dan jika jelek maka jeleklah pula balasannya.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/446)
5. Tegakkan shalat
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ
“Hai anakku, dirikanlah shalat.”
Kerjakanlah secara khusyu’ dengan rukun-runkunnya dan kewajiban-kewajibannya.
6. Amar ma’ruf nahi munkar
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَر
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar.”
Dengan kelembutan dan ramah tanpa kekerasan.
7. Sabar atas musibah yang menimpa
وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ
“Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.”
Telah diketahui bahwa orang-orang yang beramar ma’ruf nahi munkar maka dia akan mendapatkan gangguan. Oleh karena itu, Luqman memerintahkan putranya untuk bersabar. Ini pula pengajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan oleh Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma:
الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخاَلِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الَّذِي لاَ يُخاَلِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik daripada orang yang tidak mau bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguan mereka.” (Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 300: Shahih)
إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
“Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Maksudnya, bersabar terhadap gangguan manusia benar-benar merupakan perkara yang diwajibkan.
8. Jangan kau palingkan mukamu dari manusia
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong).”
Ibnu Katsir mengatakan, “Jangan engkau memalingkan wajahmu dari manusia apabila engkau berbicara dengan mereka, atau (ketika) mereka mengajak bicara denganmu, karena meremehkan dan sombong terhadap mereka. Akan tetapi ramahlah terhadap mereka yakni dengan wajah ceria.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/446)
Nabi Shallallahu’alaihi wasalam bersabda,
تَبَسَّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu adalah shadaqah.” (Shahih, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya)
9. Jangan angkuh lagi sombong
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.”
Yakni angkuh, sombong, sewenang-wenang, dan menentang. Jangan engkau berbuat demikian, karena Allah Azza wajalla akan murka kepadamu. Oleh karena itu Allah Azza wajalla berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
10. Berlakulah sederhana
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan.”
Yakni sedang, tidak terlampau cepat tidak pula terlalu lambat.
11. lunakkan suaramu
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ
“Dan lunakkanlah suaramu.”
Yakni janganlah berlebihan dalam berbicara, jangan mengeraskan suara kalau tidak ada faidahnya. Oleh karena itu Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Mujahid berkata, “Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Yakni sangat keras suaranya. Ia diserupakan dengan keledai dalam tinggi dan kerasnya. Inilah yang dibenci Allah Azza wajalla. Disamakannya dengan keledai menunjukkan haram dan tercelanya perbuatan itu, karena Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السُّوءِ، الْعَاىِٔدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيىِٔهِ
“Bukan termasuk kami permisalan yang jelek, seorang yang mengambil kembali pemberiannya seperti anjing yang menjilat muntahannya.” (Riwayat Bukhari)
Dan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
ذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيْكَةِ فَاسْأَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ، فَإِنَّهَا رَأَتْ مَلَكًا، وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيْقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانًا
“Apabila kamu sekalian mendengar ayam jantan berkokok, mohonlah rahmat Allah Ta’ala karena ia sedang melihat Malaikat. Dan apabila engkau mendengar keledai meringkik, mintalah perlindungan kepada Allah Ta’ala dari gangguan syaitan karena sesungguhnya ia melihat syaitan.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL DARI AYAT-AYAT DI ATAS
1. Disyariatkan bagi orangtua untuk memberikan wasiat kepada anak-anaknya dengan apa-apa yang bermanfaat baginya di dunia dan di akhirat.
2. Dalam memberikan pelajaran dituntunkan mendahulukan perkara tauhid dan memperingatkan dari bahaya syirik, karena syirik merupakan kezhaliman yang akan menghapuskan amalan.
3. Wajibnya bersyukur kepada Allah Subhanahu wata’ala kemudian kepada kedua orangtua. Juga wajibnya berbakti serta menyambung silaturahim dengan keduanya.
4. Wajibnya taat kepada orangtua dalam hal yang baik, bukan maksiat kepada Allah Azza wajalla, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ إِنَّمَا الطَّاعَةَ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu (hanya boleh) dalam hal kebaikan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu)
5. Wajibnya mengikuti jalan orang-orang yang beriman dan bertauhid serta haramnya mengikuti ahlul bid’ah yang merekayasa syariat baru dalam agama.
6. Merasa diawasi oleh Allah Ta’ala dalam keadaan sendiri ataupun di tengah orang banyak, dan tidak boleh menganggap remeh kebaikan dan kejelekan meskipun sedikit atau kecil.
7. Wajibnya mendirikan shalat dengan rukun-rukunnya dan kewajiban-kewajibannya serta tuma’ninah padanya.
8. Wajibnya amar makruf nahi munkar yang bersumber ilmu disertai kelembutan sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
“Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu dengan lisannya maka dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim, no. 78, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
9. Orang yang beramar makruf nahi munkar hendaknya bersabar tatkala ada gangguan yang ia dapatkan, karena hal itu merupakan sesuatu yang diwajibkan.
10. Haramnya takabur dan angkuh dalam berjalan.
11. Dituntunkan pertengahan dalam berjalan, tidak terlalu cepat dan tidak terlampau lambat.
12. Tidak boleh mengeraskan suara melebihi kebutuhan, karena hal itu termasuk kebiasaan keledai.
13. Bersikap pertangahan pada setiap perkara.
(Dinukil dari Kitab Kaifa Nurabbi Auladana, Edisi Indonesia Mencetak Anak Shalih, Penulis Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Penerjemah Zuhair Syarif, Penerbit Pustaka Al Haura’, Hal. 18-27)

baca artikel lainnya :
https://bintusuratman.blogspot.co.id/2016/10/biografi-syekh-habib-saggaf-bin-mahdi.html

referensi :
https://sunniy.wordpress.com/2013/05/27/wasiat-luqman-al-hakim-kepada-anaknya-yang-diabadikan-dalam-al-quran/

Nasihat Imam Syafi'i Bagi Para Pencari Ilmu


Dalam mencari ilmu tentu ada tata cara atau adab yang harus pencari ilmu itu ketahui agar apa yang menjadi niat dari pencari ilmu berhasil. Sebagaimana artikel yang akan disampaikan melalui tulisan yang mudah-mudahan bermanfaat.

Wahai saudaraku engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara:

1. Kecerdasan
Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar.  Kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Pembagian spesifikasi kecerdasan menurut L.L. Thurstone:
  1. Pemahaman dan kemampuan verbal
  2. Angka dan hitungan
  3. Kemampuan visual
  4. Daya ingat
  5. Penalaran
  6. Kecepatan perseptual
  7. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
  8. Faktor Bawaan atau Biologis
  9. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
  10. Faktor Pembentukan atau Lingkungan
  11. Faktor Kematangan
  12. Faktor Kebebasan

2. Kemauan yang Keras
Rasulullah bersabda, “Berkemauan keraslah kamu kepada apa-apa yang bermanfaat untukmu dan jangan bersikap lemah” HR. Muslim. Dalam bahasa arab kata berkemauan keras yakni “Hirsh” akan coba kita dekati dengan kata “Antusias”.

“Success is going from failure to failure without loss of enthusiasm.”(Keberhasilan berjalan dari kegagalan ke kegagalan tanpa kehilangan antusiasme)– Winston Churchill –

Kata antusias (enthusiast) atau antusiasme (enthusiasm) berasal dari bahasa Yunani kuno “entheos” yang berarti “Tuhan di dalam” dan antusias berarti “diilhami dari Tuhan”. Sedangkan menurut kamus Webster, antusiasme berarti “kegairahan yang kuat terhadap salah satu sebab atau subyek; semangat atau minat yang berapi-api; kegairahan.”

Sikap antusias akan membawa kita pada pikiran, perasaan dan tindakan yang positif. Dale Carnegie telah membuktikan keampuhan antusiasme bagi kesuksesan dirinya, sebagaimana telah ditulis dalam bukunya yang berjudul “Rahasia Keberhasilan yang Jarang Dikenal.” Ia pernah mengatakan bahwa “antusiasme yang murni dan sepenuh hati adalah satu dari faktor-faktor kesuksesan dalam hampir segala usaha.” Albert Carr, dalam bukunya How to Attract Good Luck tidak menyebut kata antusiasme, tetapi sebagai gantinya ia menyebut kata “semangat” (”zest”) – yang kurang lebih sama artinya dengan antusias -sebagai jalan pintas menuju keberuntungan (the shortcut to luck). Itulah kekuatan dari antusiasme atau semangat. Jadi tidak salah apabila Bertrand Russell menyebut semangat sebagai “tanda paling khusus dan universal dari orang-orang bahagia.”

3. Sungguh-sungguh
Man Jadda Wajada = Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Begitulah bunyi peribahasa arab yang populer. Kesungguhan memang merupakan satu hal yang wajib kita miliki jika ingin berhasil mencapai sesuatu. Dalam kesungguhan itu terkandung mental baja dan sikap pantang menyerah. Ketika bersungguh-sungguh, kita memberikan seluruh energi, hati, dan pikiran kita pada apa yang kita kerjakan. Kita berfokus pada keinginan kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Bukan kesulitan yang mungkin dihadapi untuk mencapainya.

Rasulullah saw. bersabda:
“Allah  mencela sikap lemah dan tidak bersungguh-sungguh. Kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan, namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu berucap ‘cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik pelindung.’” (HR. Abu Dawud).

Kesungguhan adalah salah satu wujud keyakinan kita pada Allah. Bahwa Dia bisa mewujudkan apa saja dan kesungguhan kita merupakan salah satu pembuka jalannya. Kesungguhan membuat kita maksimal dalam melakukan setiap hal. Tidak mudah menyerah sebelum mencapai tujuan, meresapi proses perjuangannya dan menikmati buah manis keberhasilan pada akhirnya.

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. Dan kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (QS. An-Najm: 39-42)

4. Memiliki Bekal/Biaya
Para ulama jaman dahulu rela mengorbankan harta bendanya untuk melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu. Abu Hatim yang menjual bajunya untuk dapat menuntut Ilmu, Imam Malik bin Anas menjual kayu atap rumahnya untuk bisa menuntut ilmu, bahkan Al Hamadzan Al Atthar, seorang syaikh dari Hamadzan menjual seluruh warisannya untuk biaya menuntut ilmu. Penunutut ilmu mencurahkan segala kemampuan baik materi atau apapun yang ia miliki hingga ia menggapai cita-citanya hingga ia mumpuni dalam bidang keilmuan dan kekuatannya: baik hafalan, pemahaman maupun kaidah dasarnya.

Wajib bagi penuntut ilmu memiliki bekal paling minimal yakni dia bisa mengisi perutnya untuk sehari-harinya. Jangan sampai dia menjadi seorang yang kelaparan. Orang yang kelaparan terus menerus maka otaknya akan sangat kekurangan nutrisi dan sulit untuk berpikir disamping itu juga tubuhnya menjadi lemah bahkan sakit-sakitan.

5. Berteman dengan Ustadz (Guru)/Tutor
Tidak ada Guru menyebabkan tidak ada yang menegur, membimbing dan mengarahkan agar kita agar tetap berada di jalan yang benar. Guru adalah sumber ilmu, sesudah buku. Pepatah tersebut mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Semenjak kita kecil hingga besar perjalan hidup kita ini harus lah selalu atas peranan guru dan juga bimbingan guru. Tidaklah seorang anak manusia di Dunia ini yang bisa pintar tanpa adanya peranan seorang guru. Guru merupakan faktor kesuksesan dan keberhasilan dalam mencari ilmu.

6. Membutuhkan waktu yang lama
Dikatakan kepada Imam Ahmad, “Seorang menuntut ilmu pada guru saja yang memiliki ilmu yang banyak atau dia pergi bertualang menuntut ilmu?”. Ahmad menjawab, “dia bertualang dan menulis dan mendengar dari para ulama di setiap kota”. Bahkan Musa  sendiri yang sudah jadi Nabi berjalan jauh untuk menuntut ilmu.( Fathul Bari)

Imam Bukhari membuat bab khusus tentang keluar menuntut ilmu . lalu beliau mencontohkan sahabat Jabir bin Abdullah. Sahabat dari kalangan Anshar ini pernah melakukan perjalanan selama satu bulan untuk mengambil satu Hadits dari Abdullah bin Unais. (Shohih Bukhari)

Muhammad bin Syihab Az Zuhri berkata, “Yang namanya ilmu, jika engkau memberikan usahamu seluruhnya, ia akan memberikan padamu sebagian.”

Dalam hadits riwayat Muslim, Abu Katsir berkata, “Ilmu tidak diperoleh dengan badan yang bersantai-santai.” (HR. Muslim no. 612).

Memang membutuhkan waktu yang lama bahkan tidak ada batas dalam mencari ilmu. Bahkan sering kita dengar kata-kata mutiara uthlubu ‘ilma minal mahdi ilal lahdi ( tuntutlah ilmu sejak dini hingga mati)

Source: Anggara Adhari

baca juga artikel lainnya :

referensi :
https://generasisalaf.wordpress.com/2012/12/13/enam-resep-imam-syafii-dalam-meraih-ilmu/